Nama Inong Malinda Malinda Dee menjadi tenar pada tahun 2011 ini setelah
namanya dikaitkan dengan adanya dugaan pembobolan bank yang menyebabkan
kerugian milyaran rupiah. Yang lebih mengagetkan lagi bahwa aksi
yang diduga dilakukan oleh Malinda Dee mantan Manajer Relationship
Citibank terjadi di Bank swasta yang selama ini memiliki reputasi baik
didunia Perbankan. Seperti dikutip dari http://www.majalahtrust.com
kasus pembobolan dana nasabah juga terjadi di Bank Mandiri yang diduga
dilakukan oleh Parmadi, kepala teller di Bank Mandiri cabang Pondok
Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur dengan kerugian Rp. 2,2 miliar. Aksi
pembobolan dana nasabah yang diduga dilakukan oleh Parmadi tersebut
diduga dilakukan Parmadi selama kurun waktu 5 tahun antara lain dengan
cara mencatut mutasi tabungan nasabah. Dari sumber www.antaranews.com
pembobolan dana nasabah di BRI mecapai Rp. 29 miliar, BNI Rp. 4,5
miliar, BII Rp. 3,6 miliar, Bank Panin Rp. 2,5 miliar, Bank Danamon Rp.3
miliar, Bank Victoria Rp.7 miliar, BPR Rp. 7 miliar, dan Citibank
sebesar Rp.17 miliar, kerugian negara yang disebabkan oleh kejahatan
perbankan selama ini mencapai Rp. 202,3 miliar, kata pakar hukum
ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Nindyo Pramono. Kasus
pembobolan dana milik nasabah tentunya merugikan nasabah, dan dalam hal
ini nasabah merupakan pihak yang lebih lemah kedudukannya. Namun
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan
perlindungan terhadap nasabah sebagai konsumen yang lebih lemah
kedudukkannya dengan mewajibkan Bank sebagai pihak yang lebih kuat
kedudukannya untuk mebuktikan mengenai prosedur dan sistemnya apakh
telah dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan prinsip
kehati-hatian. Ironisnya pembobolan dana nasabah dalam perkara tersebut
diatas ternyata diduga dilakukan oleh orang dalam bank itu sendiri yang
mengetahui benar mengenai sistem dan prosedur bank tersebut.
Bank mungkin dapat berdalih telah melakukan pengawasan internal dengan baik dan menerapkan prinsip kehati-hatian"Prudential"dalam menjalankan setiap transaksinya, namun sebaliknya pembobolan dana nasabah tidak mungkin terjadi jika bank melakukan pengawasan dalam menjalankan sistem internalnya sesuai dengan prinsip perbankan yaitu kehati-hatian cermat. Salah satu implementasi dari prinsip kehati-hatian yaitu Bank harus melakukan Customer Due Diligence (CDD) berupa kegiatan identifikasi, verifikasi, dan pemantauan untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan telah sesuai dengan profil nasabah, contohnya untuk transaksi diatas Rp. 100 juta ada ketentuan tentang knowledge your customer (KYC). Menurut ketentuan SK.Dir BI No.27/162/1995 larangan melakukan transaksi tanpa adanya perintah tertulis dari nasabah. Suatu transaski keuangan dapat dikategorikan mencurigakan apabila terlihat "tidak normal" atau tidak sesuai dengan karakteristik dengan profil nasabah.Dalam melakukan pengawasannya setiap terhadap transaksi yang dilakukan oleh nasabah Bank juga seharusnya melakukan konfirmasi secara personal dan memastikan benar-benar secara cermat bahwa transaksi sesuai dengan profil nasabah. Untuk keperluan pengawasan dan pemantauan terhadap profil nasabah dalam hal transaksi nasabah Bank wajib memiliki sistem yang dapat mencatat, mengidentifikasi, menganalisa memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi, selain sistem tersebut tentunya agar lebih efektif tetap harus dilakukan recheck terhadap nasabah yang bersangkutan agar transaksi betul-betul sesuai profil nasabah.
Pembobolan dana nasabah yang diduga dilakukan oleh orang dalam bank itu sendiri adalah indikasi lemahnya pengawasan internal bank yang pastinya merugikan nasabah sebagi pihak yang lebih lemah. Sebagaimana kita ketahui selama ini nasabah yang dirugikan dalam advokasinya biasanya mengadu kepada pihak bank dan mepertanyakan atas dananya yang hilang di Bank. Secara empirik pada contoh kasus tersebut diatas Nasabah dalam advokasinya dapat melapor kepada pihak Kepolisian, maupun mengajukan gugatan perdata dalam hal meminta pertanggungjawaban bank atas dana milik nasabah yang hilang tersebut.
Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen nasabah berhak mendapatkan ganti rugi atas dana miliknya yang hilang. Jika kita melihat dari pertanggungjawaban Bank sebagai pihak yang memiliki otoritas maka Bank harus tetap bertanggungjawab karena Bank memiliki otoritas penuh mengawasi para pekerjanya sehingga pembobolan dana nasabah dapat dicegah. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bank sebagai pihak yang posisinya lebih kuat harus membuktikan bahwa prosedur dan sistemnya telah benar. Terlepas dalam hal ini pembobolan bank merupakan kejahatan perbankan yang perlu penanganan secara serius.
Bank tetap harus bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi atas kerugian nasabahnya. Sesuai ketentuan dalam Yurisprudensi 558K/Sip/1971 tanggal 4 Juni 1973 Bank harus mengganti kerugian yang timbul karena kesalahan pegawainya.
Bank mungkin dapat berdalih telah melakukan pengawasan internal dengan baik dan menerapkan prinsip kehati-hatian"Prudential"dalam menjalankan setiap transaksinya, namun sebaliknya pembobolan dana nasabah tidak mungkin terjadi jika bank melakukan pengawasan dalam menjalankan sistem internalnya sesuai dengan prinsip perbankan yaitu kehati-hatian cermat. Salah satu implementasi dari prinsip kehati-hatian yaitu Bank harus melakukan Customer Due Diligence (CDD) berupa kegiatan identifikasi, verifikasi, dan pemantauan untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan telah sesuai dengan profil nasabah, contohnya untuk transaksi diatas Rp. 100 juta ada ketentuan tentang knowledge your customer (KYC). Menurut ketentuan SK.Dir BI No.27/162/1995 larangan melakukan transaksi tanpa adanya perintah tertulis dari nasabah. Suatu transaski keuangan dapat dikategorikan mencurigakan apabila terlihat "tidak normal" atau tidak sesuai dengan karakteristik dengan profil nasabah.Dalam melakukan pengawasannya setiap terhadap transaksi yang dilakukan oleh nasabah Bank juga seharusnya melakukan konfirmasi secara personal dan memastikan benar-benar secara cermat bahwa transaksi sesuai dengan profil nasabah. Untuk keperluan pengawasan dan pemantauan terhadap profil nasabah dalam hal transaksi nasabah Bank wajib memiliki sistem yang dapat mencatat, mengidentifikasi, menganalisa memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi, selain sistem tersebut tentunya agar lebih efektif tetap harus dilakukan recheck terhadap nasabah yang bersangkutan agar transaksi betul-betul sesuai profil nasabah.
Pembobolan dana nasabah yang diduga dilakukan oleh orang dalam bank itu sendiri adalah indikasi lemahnya pengawasan internal bank yang pastinya merugikan nasabah sebagi pihak yang lebih lemah. Sebagaimana kita ketahui selama ini nasabah yang dirugikan dalam advokasinya biasanya mengadu kepada pihak bank dan mepertanyakan atas dananya yang hilang di Bank. Secara empirik pada contoh kasus tersebut diatas Nasabah dalam advokasinya dapat melapor kepada pihak Kepolisian, maupun mengajukan gugatan perdata dalam hal meminta pertanggungjawaban bank atas dana milik nasabah yang hilang tersebut.
Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen nasabah berhak mendapatkan ganti rugi atas dana miliknya yang hilang. Jika kita melihat dari pertanggungjawaban Bank sebagai pihak yang memiliki otoritas maka Bank harus tetap bertanggungjawab karena Bank memiliki otoritas penuh mengawasi para pekerjanya sehingga pembobolan dana nasabah dapat dicegah. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bank sebagai pihak yang posisinya lebih kuat harus membuktikan bahwa prosedur dan sistemnya telah benar. Terlepas dalam hal ini pembobolan bank merupakan kejahatan perbankan yang perlu penanganan secara serius.
Bank tetap harus bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi atas kerugian nasabahnya. Sesuai ketentuan dalam Yurisprudensi 558K/Sip/1971 tanggal 4 Juni 1973 Bank harus mengganti kerugian yang timbul karena kesalahan pegawainya.
No comments:
Post a Comment